Kamis, 29 Mei 2025

jahiliyah sanitasi

 Jahiliyah sanitasi (صرف صحي جاهلي (Ṣarf ṣaḥī Jāhilī)) adalah istilah yang penulis sodorkan  untuk menggambarkan  situasi dimana kondisi kesehatan dan kebersihan lingkungan tidak dipedulikan. Jahiliyah sanitasi  atau jaman kegelapan bidang sanitasi dalam catatan sejarah, adalah jaman kegelapan  yang sering dikaitkan dengan masa antara 500–1500 M, dimana pada periode ini orang-orang  di Eropa biasa membuang kotoran (tinja) dari jendela ke jalan, pekarangan atau ke sungai. Saat itu  banyak penyakit akibat sanitasi buruk, utamanya kolera dan penyakit perut lainnya. Sekedar  mengingatkan, sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan lingkungan fisik, kimia, biologi  agar tidak  menyebabkan  penyakit atau gangguan kesehatan. Upaya difokuskan untuk penyehatan air,udara, tanah, pangan, pengendalian vektor dan penyehatan sarana.

Pada periode Jahiliyah sanitasi ini (500-1500)  lahir Nabi Muhammad saw (571 M) yang  kemudian diutus menjadi Nabi dan Rasul di usia 40 tahun (611 M). Dalam sejarah Islam, periode sebelum kenabian ( <611) dikenal sebagai zaman jahiliyah. Jadi  terdapat irisan periode jahiliyah sanitasi dengan Jaman jahiliyah yang sesungguhnya. Nabi Muhammad saw  menjadi rosul terakhir yang menjadi rahmat bagi semua, nabi yang membawa ajaran Islam yang paripurna, nabi  sebagai tauladan dengan ahlak yang agung, mulia dan sempurna. Paling tidak, itulah yang diimani oleh Muslim seluruh dunia. Terlepas dari soal keimanan, sesungguhnya nabi Muhammad telah sangat banyak menyampaikan ajaran yang bersifat universal - kemanusiaan. satu diantaranya adalah sanitasi.

Ketika masyarakat Eropa masih berperilaku membuang kotoran sembarangan, Nabi Muhammad saw sudah menyampaikan larangan  membuang kotoran / tinja di jalanan atau di tempat berteduh. Perhatikan sabda nabi yang terekam dalam hadits berikut : "Hindarilah dua hal yang menyebabkan laknat." Para sahabat bertanya: "Apakah dua hal yang menyebabkan laknat itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Orang yang buang air besar (atau buang hajat) di jalanan manusia atau di tempat berteduh mereka." (HR. Muslim).

Hadits diatas  secara langsung berkaitan dengan prinsip-prinsip sanitasi dan kebersihan lingkungan, yakni :

  • Mencegah Pencemaran Lingkungan: Larangan buang hajat di jalan dan tempat berteduh adalah upaya nyata untuk mencegah pencemaran lingkungan oleh kotoran manusia. Kotoran ini dapat menjadi sumber penyakit dan bau tidak sedap.
  • Menjaga Kesehatan Masyarakat: Area umum seperti jalan dan tempat berteduh sering digunakan oleh banyak orang. Buang hajat di tempat tersebut dapat menyebarkan bakteri, virus, dan parasit, yang berpotensi menyebabkan berbagai penyakit menular seperti diare, kolera, dan tifus.
  • Menjaga Kenyamanan dan Estetika: Selain aspek kesehatan, hadits ini juga menekankan pentingnya menjaga kenyamanan dan keindahan lingkungan bagi semua orang. Buang hajat sembarangan tentu sangat tidak nyaman dan merusak pemandangan.
  • Menghindari Laknat/Sumpah Serapah: Frasa "dua hal yang menyebabkan laknat" menunjukkan betapa seriusnya dampak dari perilaku ini. Orang yang buang hajat sembarangan akan menyebabkan orang lain mengeluh, marah, dan bahkan melaknatnya karena telah mengganggu kenyamanan dan kesehatan mereka.
Tentu saja tidak hanya satu hadits seperti diatas, masih banyak hadits-hadits yang menjelaskan, betapa nabi Muhammad saw sudah lebih dahulu mengajarkan bidang-bidang yang berkaitan dengan sanitasi, dibanding dengan orang Eropa. Kendatipun Romawi (Eropa) pada 100 M sudah mengenal pembuangan tinja dengan saluran pipa  air yang mengalir dan disalurkan ke sungai, tetapi hal demikian masih tetap menimbulkan masalah. yakni pengotoran/pencemaran sungai. Kita dapat membandingkan dengan sabda nabi yang melarang buang air besar di air yang mengalir (sungai) dan tempat terbuka. Sementara orang romawi membangun toilet sengaja dibuat terbuka. 

Perhatikan lagi sabda nabi yang lain: "Hindarilah tiga hal yang mendatangkan laknat: buang hajat di tempat mengalirnya air (sungai/sumber air), di tempat berteduh, dan di tengah jalan." (HR Abu Dawud). Larangan pada hadits ini memiliki hikmah yang mendalam terkait sanitasi dan kesehatan masyarakat, yaitu :
  • Pencegahan Pencemaran Air: Air adalah sumber kehidupan. Buang hajat di tempat mengalirnya air akan mencemari sumber air minum atau air yang digunakan untuk mandi, bersuci, atau keperluan lainnya oleh manusia dan hewan.
  • Penyebaran Penyakit: Air yang tercemar feses dapat menjadi media penyebaran berbagai penyakit menular seperti kolera, tifus, disentri, dan hepatitis. Larangan ini adalah tindakan preventif untuk menjaga kesehatan masyarakat.
  • Menjaga Kesucian dan Kebersihan: Islam sangat menekankan kesucian (thaharah). Air yang tercemar oleh najis tidak lagi suci untuk digunakan dalam ibadah atau keperluan lainnya.
  • Menghormati Hak Orang Lain: Sumber air adalah milik bersama. Mencemarinya berarti mengabaikan hak orang lain untuk mendapatkan air yang bersih dan sehat. Ini juga alasan mengapa tindakan tersebut mendatangkan "laknat" (kutukan atau sumpah serapah dari orang yang dirugikan).
Dua contoh hadits diatas, seharusnya sudah dapat dijadikan argumen untuk menolak jahiliyah sanitasi. Ironisnya memang masih banyak muslim yang jahiliyah sanitasi. masih banyak muslim yang buang air besar sembarangan, masih banyak muslim yang apriori dengan sanitasi. Kesannya masih banyak muslim yang lebih mementingkan pembiayaan  ritual keagamaan semacam khaul, pengajian akbar, dan perayaan keagamaan sejenis lainnya; dibandingkan dengan investasi pembiayaan untuk sanitasi. Padahal seorang muslim pasti meyakini sabda nabi (hadits) : "Kebersihan sebagian dari iman" atau hadits : "Suci sebagai syarat iman seseorang". Hakikat sanitasi sesungguhnya adalah bersih dan suci. Bersih dari sampah dan kotoran, juga suci dari hama dan bibit penyakit.

Rabu, 28 Mei 2025

Sejarah Kakus

Dulu ada istilah 'kotoran malam', yaitu tinja padat manusia yang harus diangkut tiap malam dari kolam penampungan. Pekerjaan ini dilakukan oleh sejumlah 'pekerja kotoran malam'. Mereka mengeruk dari kolam-kolam penampungan di sejumlah pusat pengumpulan dalam kota. Berdasarkan kenyataan seperti ini kemudian muncul istilah untuk menyebut kotoran manusia (tinja/fekal) dengan sebutan night soil.

Jamban pertama

Sepanjang sejarah, ada beragam teknik penyingkiran tinja. Bangsa Mesir Kuno memiliki sistem awal toilet di rumah-rumah mereka dengan menggunakan sistem aliran yang baru dipakai lagi sekitar seribu tahun kemudian.

Kalangan kelas atas bangsa Romawi Kuno juga memiliki kamar mandi pribadi dengan menggunakan pergerakan saluran air (aqueduct).

Toilet Ratu Elizabeth

Sebelum urbanisasi pada abad ke-19 menambah kepadatan penduduk kota, para pekerja malam melakukan sebagian besar tugas penyingkiran kotoran manusia di sejumlah kota Eropa dan Amerika Utara.

Ratu Elizabeth I merupakan orang pertama memiliki toilet siram setelah ayah, Sir John Harrington, menciptakan toilet yang dijulukinya 'The John'. Walaupun mulai dipergunakan kalangan ningrat, perlu 200 tahun hingga akhirnya dipergunakan menjadi sanitasi umum.

Pengangkut Kotoran Manusia

Menjadi pekerja malam kotoran manusia bukanlah jenis pekerjaan yang paling mewah. Namun bayarannya cukup tinggi dan bisa dilakukan paruh waktu sehingga menjadi tambahan penghasilan pekerjaan lain yang ‘lebih bersih’.

Para pekerja biasanya terbagi dalam tim yang terdiri dari empat orang, yakni pekerja lobang, pekerja tali, dan dua pekerja bak penampung. Pekerja lobang bertugas merangkak ke kolam penampungan untuk menyendok kotoran-kotoran ke dalam ember atau keranjang. Pekerja tali mengerek ember ke permukaan dan memberikannya kepada petugas bak yang membawa ember-ember itu ke kereta.

Selain risiko kesehatan, para pekerja ini bisa juga tercekik oleh uap kotoran.

Kolam kotoran

Kolam kotoran adalah sebuah ruang berdinding bata sedalam 1,8 meter dengan lebar kira-kira 1,2 meter. Idealnya, kolam tampungan ini ditempatkan sejauh mungkin dari rumah. Namun permukiman yang padat memaksa penempatan di ruang bawah tanah. Peraturan mengharuskan para pekerja malam kotoran manusia untuk memulai tugasnya setelah hari sudah malam agar tidak mengganggu penduduk sekitar dengan bebauan dari kolam penampungan ini. Di masa kini, kerap dikenal sebagai tangki septik.

Dung Wharf

Sejak abad pertengahan, kotoran malam hari ini memainkan peran penting untuk berkebun. Setelah diletakkan dalam kereta dorong, kotoran itu dibawa ke pinggiran kota untuk diolah menjadi pupuk.

Di London, ada sebuah kawasan yang dikenal sebagai Dung Wharf, yaitu tempat penampungan limbah untuk keperluan tanaman jualan.

Ada sejumlah perkakas khusus untuk melakukan tugas ini agar kotorannya meresap ke dalam tanah. Kotoran malam ini kerap dipadatkan menjadi bongkahan yang mudah dicacah dan disebarkan.

Kotoran hewan

Tentunya bukan hanya kotoran manusia yang bertebaran di jalan-jalan kota utama pada saat itu. Secara khusus, kotoran kuda termasuk yang sukar dibersihkan. Sebelum 1890-an, ada 1.000 ton kotoran kuda bertebaran di jalan-jalan Kota London setiap hari. Untuk kotoran kuda, anak-anak jalananlah yang berperan melakukan pembersihan.

Sistem Limbah

Kloset siraman air dipatenkan oleh Alexander Cummings pada 1775 dan mulai dipakai di rumah-rumah pribadi, tapi malah menambah persoalan penyingkiran limbahnya. Kloset air mula-mula terhubung langsung dengan kolam tinja karena tidak ada sistem utama untuk limbah. Dengan demikian, tugas pembersihan lagi-lagi dilakukan oleh para pekerja malam.

The Great Stink

Setelah orang makin menyadari hubungan antara pembuangan limbah secara ceroboh dengan penyakit, muncullah ketakutan berurusan dengan kotoran malam hari.

Pada 1872, pihak kota New York membayar Manhattan Odorless Excavating Company untuk memompa kotoran malam hari, tapi mesin mereka tidak banyak berguna di daerah-daerah yang sempit.

Pada 1858, kejadian The Great Stink di London memaksa pemerintah kota untuk menerapkan sistem limbah yang lebih efisien. The Great Stink adalah kejadian di mana bau tinja manusia di Sungai Thames yang membelah Kota London sudah keterlaluan sehingga pihak parlemen tidak tahan lagi. Sebagai catatan, gedung parlemen Inggris terletak tengah Kota London, di tepi Sungai Thames tersebut.

Pembangunan Sistem Pengelolaan Limbah

Di akhir Abad ke-19, kebanyakan kota besar telah membangun jaringan limbah. Chicago merupakan kota utama AS pertama yang menerapkan sistem limbah pada 1855. Disusul oleh New York dengan saluran limbah sepanjang 844 mil (1358 km) pada 1890-an. Kloset siram yang jauh lebih efisien memasuki pasar pada 1920-an sehingga para pekerja malam tidak diperlukan lagi.


Referensi :

1.  Tak Terduga, Ini Sejarah Kakus dari Masa ke Masa - Global Liputan6.com